Sabtu, 12 Juli 2025

Benarkah gila adalah puncak pencapaian salik (penempuh jalan Tuhan)?

 

Oleh : Rizky Aji, S.Hum.

(Sekretaris Awwal Jatman Banyuwangi)


_Majdzub_, sebuah kata yang tidak asing di telinga para penempuh jalan spiritual bahkan masyarakat umum. Makna literalnya berasal dari kata _jadzbah_ yang bermakna tarikan. _Majdzub_ artinya orang yang ditarik oleh Allah untuk dekat dengan-Nya. Jadi, para _salik_ itu terikat erat dengan _effort_ untuk melepas syahwat duniawi/hawa nafsu untuk mencapai Tuhan, sedangkan para _majdzub_ itu _effortless_, sebab mereka ditarik Tuhan, tidak terlalu bahkan sama sekali tidak mengerahkan usaha apapun. Fasenya beragam: ada yang sejak lahir, ada yang awalnya salik lalu ditarik langsung oleh Tuhan menjadi kalangan elit spiritual sebagai hadiah atas _suluk_-nya yang 'berat', bahkan ada yang permanen sepanjang hayatnya.


Sebagian masyarakat umum menyebut istilah _majdzub_ dengan sinonim diksi gila. Meskipun pemaknaan seperti ini tidak sepenuhnya benar atau diterima seluruh kalangan. Namun, maksud konotasinya cenderung positif yaitu gila Tuhan: cuek dengan selain Tuhan, yang difikirkan hanya hal-hal yang bersifat ketuhanan. Cenderung berperilaku atau berucap dengan tindakan dan perkataan yang sekitarnya tidak mengerti, kecuali kalangan khusus, yaitu sesama penempuh jalan spiritual, bahkan bisa jadi tak ada yang paham sama sekali.


Fase _jadzbah_ ini memang terkonfirmasi ada di literatur kuno para sufi, namun yang menjadi pertanyaan adalah : Apakah bentuknya mabuk (سكر) _sakr_ atau waras (صحو) _sohu_? ketika seseorang dalam keadaan _sakr_ yang terucap biasanya berupa _syatohat_ (ocehan) seperti ucapan _ana al-haq_ (akulah yang maha benar), _subhaanii_ (maha suci aku), karena sang hamba telah _fana'_ (sirna/hancur/lebur) dalam keakuan-Nya, sehingga lisannya menjadi lisan Tuhan (sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits qudsi).


Menurut Imam Al Hujwiri dalam magnum opusnya _kasyful mahjub_ para _masyayikh_ sufi berbeda pendapat mengenai keadaan mana yang lebih tinggi, apakah _sakr_ seperti tadi atau _sohu_ yang cenderung tenang, stabil, dan lebih menampakkan dualisme (_al-farqu_) dalam ucapan maupun tindakan. Syaikh Al-Hallaj menyatakan bahwa keadaan mabuk itu lebih tinggi karena seseorang yang sedang ekstase hakikatnya orang yang sedang sadar (_yaqdzoh_) bahwa yang ada hanyalah Tuhan, sebagaimana dijelaskan di _surat ar-rahman ayat 27_, namun pendapat ini disanggah oleh Imam Al-Junaid, beliau berpendapat bahwa dualisme itu diajarkan oleh _syari'at_ Rasulullah ﷺ, _innamaa ana basyarum mitslukum_ (sungguh, aku hanyalah manusia biasa serupa kalian semua), bukankah Rasulullah ﷺ adalah manifestasi tertinggi? maka akhlak dan ucapan beliau adalah puncak spiritual dan puncak hakikat yang harus diteladani. Demikian menurut beliau.


Hingga hari ini para _masyayikh_ masih berbeda pandangan dalam hal ini, ada yang lebih mengutamakan _maqom al-jam'u_ (penyatuan) dan sebagian lebih cenderung pada _maqom al-farqu_ (keterpisahan). Pembahasan detail ada di kitab _risalah qusyairiyah_.


Namun, pendapat mayoritas ulama sunni baik fikih maupun tasawuf, para kyai kita, dan hal ini menjadi pedoman di organisasi Nahdlatul Ulama, bahwa yang disepakati adalah madzab tasawuf dari Imam Al-Ghazali dan Imam Al-Junaid. Walhasil, menurut mayoritas, puncak perjalanan salik adalah keadaan _jadzbah_ dan idealnya adalah dalam kondisi _sohu_ (waras/sadar) bahwa dirinya makhluk, bukan _sakr_ (mabuk/gila) yakni menyadari ketiadaannya karena ini dianggap sebagai ketidakmatangan spiritual oleh sebagian besar _masyayikh_ sufi. Itulah kenapa, mereka yang sejak lahir sudah _majdzub (sakr)_ itu juga tetap perlu berthoriqoh, wajib punya guru spiritual. Karena mereka masih terhijab oleh Allah sehingga butuh mursyid agar bisa mengenali makhluk dan berinteraksi dengan manusia sepenuhnya. _suluk_-nya mereka (sebagaimana diterangkan di _syarah_ kitab _al-hikam_) adalah _suluk murod_ bukan _suluk murid_ lagi sebab yang mereka butuhkan adalah mengenal makhluk, bukan lagi mengenal Tuhan karena sebelum berthoriqoh mereka telah mengenal Tuhan.

والله أعلم بالصواب 


Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar