Minggu, 22 Maret 2020

Tujuh Syarat Bai'at Tarekat Yusriyyah


*Tujuh Syarat Bai'at Tarekat Yusriyyah*
_Oleh: Syaikh Yusri Rusydi As-Sayyid Gabr Al-Hassani_

1. Mencari ridha Allah, meninggalkan maksiat lahir batin.
A. Maksiat sembunyi-sembunyi bertaubat secara sembunyi-sembunyi.
B. Maksiat terang-terangan bertaubat secara terang-terangan.

2. Berusaha meneladani Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa sallam dalam sikap, ucap, dan tindakan, baik lahir maupun batin.

3. Berpegang teguh pada kitab suci Al-Qur'an dan As-Sunnah, yaitu menjaga adab-adab syariat dan tidak meremehkan hukum-hukum islam.

4. Menghormati dan berbakti kepada kedua orang tua/orang yang lebih tua.






5. Memiliki prinsip "kullu muslimin waliyyun illa ana" yang artinya, "setiap muslim adalah wali kecuali saya". "Ana mudzlim, ana faajir", artinya, "saya dzalim, saya pendosa." Kemudian tidak memursyidkan diri, seperti mengundang banyak orang kemudian menunjuk diri sendiri sebagai mursyid. Siapa yang menunjuk anda? Hawa nafsu anda? Tidak boleh menjadi mursyid kecuali sudah mendalam/pakar dalam urusan syari'at. Barangsiapa tidak bersyari'at, maka dia tidak punya apa-apa. Dan orang yang tidak punya apa-apa tidak akan bisa memberikan apa-apa.

6. Menjaga wirid asasi (3 dzikir dasar) dan menebus jika terlewat. Kemudian, untuk menguatkan ikatan batin antara guru dan murid hendaknya mengirim fatihah diniatkan untuk para mursyid.


7. Jika setuju, maka dipersilahkan membaca surat Al fatihah diniatkan untuk bai'at pada tarekat. Jika tidak, maka tetap membaca surat Al Fatihah tanpa niat apapun dan diharapkan bagi yang belum berkenan bergabung hendaknya tidak menjadi penentang.

NB:
Pentingnya sanad dalam tarekat berlandaskan pada ayat dalam kitab suci-Nya, yaitu surat Yusuf ayat 108 dengan redaksi alaa bashiirotin, yakni dengan melihat. Dalam hal ini, tarbiyah yang paling ideal tentunya saat kita melihat guru kita, kemudian guru kita melihat gurunya lagi, dan seterusnya hingga tabi'in, sahabat, dan para sahabat melihat Nabi Shallalahu 'Alaihi Wa Sallam. Kita mendengar guru kita, guru kita mendengar gurunya lagi, sampai bersambung pada sahabat yang langsung mendengar Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wa Sallam. Begitupun juga dengan mencium tangan, ada sanadnya. Maka, seakan akan kita mencium tangan beliau Shallalahu 'Alaihi Wa Sallam, melalui rantai sanad yaitu orang yang pernah menyentuh tangan orang yang pernah menyentuh tangan gurunya yang terus bersambung hingga baginda Nabi Shallalahu 'Alaihi Wa Sallam. Ini yang tidak bisa kita dapatkan jika hanya membaca. Membaca terkadang membuat kita paham, namun takkan pernah membuat kita sampai kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Siapa yang tidak punya guru (bersanad) tak akan pernah sampai.

Diantara adab imamah yang harus diperhatikan seorang murid adalah tidak berdiri di belakang imam. Karena sejatinya siapa yang berdiri di belakang imam adalah imam. Saat imam batal, maka yang di belakangnya menggantikannya. Jadi, seyogyanya yang berada di belakang imam adalah yang paling berhak. Sedangkan yang paling berhak adalah yang paling alim, berakhlak, dan sempurna amalnya karena sekali lagi yang di belakang imam adalah imam.

Jika sudah melihat video tentang syarah kitab Al-Hikam di youtube dan paham maksudnya, maka beliau mengijazahkan pada kita kitab Al-Hikam dan boleh kita menerapkannya.



Editor: Rizky Aji
Ditulis pada hari/tanggal:
Selasa, 17 Maret 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar